https://www.facebook.com/taufikuredish
DEBU KALBU
Debu selimuti kalbu
Usang dan rapuh; tiada rindu
Yang ada hanya batu-batu
Teronggok sepi, terasing
Pada waktu yang membeku.
Riuh camar serasa lagu sendu
Senja tak lagi sama seperti dahulu
Kini menyisakan dilema di balik
Hati yang memar.
Sedang kaki ini telah lumpuh
Hanya bersimpuh pada kenang
Berlumur air mata dan abu
Ihwal malam kelabu
Bimbang pada siapa mengaduh
Jakarta,
2023
HITAM DAN JINGGA
Di gang sepi sejoli bercinta
Yang hitam dan jingga meramu rasa
Dalam erang nikmat tak lekang binasa
Mendekap tubuh bergumul nafsu
Sedikit lesu namun terus berpacu.
Terik mentari tepat di tengah angkasa
Desah napas kadung terengah; segalanya
leluasa
Jingga mengeong resah,
Hitam langkah kelana
Entah menuju ke mana
Namun ekornya
Bergetar keriangan
Kembali cari mangsa
Hanya untuk kesenangan.
Jakarta,
2023
SENDIRIAN
Sepuluh tahun kita seranjang
Malam-malam panjang tak lagi tunjang
Kasih dalam kisah tanpa kejang
Kisut gairah menuai berang.
Tangis di pipi mengingat luka
Kau pergi menyisakan duka
Meja tiada nasi hanya cuka
Kecut terasa hampa yang baka.
Tawa jam dinding
Cicak merinding
Meja makan terasing
Nyingnying bersuara nyaring
Mondar-mandir mencari piring
Bungkam perut yang mendengking.
Jakarta,
2023
IRONI
SENJA DI KOTA DERITA
Senja menjaja cinta
Dalam puisi pop dan lagu indie
Anak-anak muda berkisah
Jadi merpati yang terbang
Menyapa kota-kota derita
Penuh lapar dan peluh.
Tatap nanar
Seorang ibu menimang anaknya
Bermata kelabu berjiwa abu
Hanya makan batu dan janji
Yang keluar dari moncong pemimpin babi.
Jakarta,
2023
LAGU
MARAH
Rambut bau mentari
Tetes peluh telusuri
Tangan dan kaki berdaki.
Genggam batu mengunyah debu
Bising mesin motor liar menderu
Congkak melangkah
Angin menuntun tak tentu arah.
Kuku hitam mata kelam
Meski surya ceria menyapa
Hanya kepalsuan dari senyum jemawa
Dan aku betapa ringkih duduk di tepi jalan
Bagai anjing menyalak binal
Minta tulang diusir pulang.
Beradu nasib pada waktu yang limbung
Pada riang yang membakar urat nadi
Mengubahnya jadi nada rintih tak berbudi.
Dan lagu marah terbentang,
Dalam jantung yang berdentang
Cepat lepaskan geram: berdendanglah dengan
suram!
Kita menari seperti tikus-tikus lapar
Merebut keju dari majikan yang laram!
Hingga malam tak lagi muram
Melodi bingar tetap sangar
Di sini luluh lantak resah membiru
Saat fajar berpijar ragu menjadi debu
Lenyap tersapu angin musim sendu.
Jakarta,
2023
DIRI
SEKARAT
Waktu sekarat raga berkarat
Gawat darurat berlari-lari meneroka hari
Tanpa disadari jiwa dalam diri telah mati
Tersisa elegi tertulis di dahi
Hanya napas berkawan sepi dan sunyi
Senyum lirih siap menemani.
Jakarta,
2023
GULANA
Gundah hati membuat gerah
Kipas angin berputar searah jarum jam
Gerutu dalam bibir
Bikin susah mata terpejam.
Ini semua sebab kau
Yang menikam hati dengan janji kelabu
Tak pasti melangkah ke mana
Kau beri aku segumpal debu
Dari jiwamu yang berliku.
Mawar melati kuserahkan
Juga dadaku yang penuh harap
Merangkul bahumu yang kukuh.
Namun mata berlumur noda palsu
Mengundang diri untuk ragu
Mundur selangkah demi langkah
Satu per satu
Gugur rasa menjadi waktu
Yang membuat arloji menimbang
Antara dusta dan cinta tetaplah mengambang.
Jakarta,
2023
PETANG
AYAH IBU
Merobek senja melukis malam
Biar gigil menginap di nuka
Dan rasa kelam begitu nyata
Membunuh riuh jangkrik
Menyulapnya menjadi
Lirih dalam diri yang dihantam perih.
Teringat;
Ibu, lengan kukuh tak mudah runtuh
Menimang aku yang rapuh
Hingga kini
Menuai kasih dari hatimu yang putih.
Ayah, petik gitarmu hibur mataku
Dengan alunan merdu bergema
Di dada sebagai melodi riang bersama
Memikul asa menuai suka
Nada-nada gegap gempita.
Ramaikan jiwa yang hampa.
Dari situ petang bagiku lenyap
Tak terbentang
Dalam kepalaku yang hina
Usai semua membangkai
Di waktu yang lalu sirna harap
Kian redup selepas senja
Tewas di tangan daku
Jelma air mata beku.
Jakarta,
2023
MENDUSIN
Seekor kecoak menyelinap
Di ketiakmu yang basah
Sontak terkejut mata terbelalak
Kau menari “cha cha”
Aduhai lincah!
Air liur masih terkapar di pipi
Dan bantalmu yang apak.
Bayang-bayang mimpi
Rekat erat
Menjadi lumut dalam dadamu
Yang batu.
Mimpi ihwal perut tak lagi merintih
Sebab terisi dengan nasi.
Soal gadis seksi yang selalu menemani
Meski hari tak abadi berseri.
Namun waktu keburu pagi
Dan mata tidak buta
Sinar mentari menuntut raga
Bekerja sepenuh hati
Gapai mimpi
Sebelum tidur dalam peti.
Jakarta,
2023
TAMAN
CAPUNG
Terbang lucu
Tubuh imut hijau lumut
Meski sayap rapuh tak gegas
Buat kau selalu mengaduh.
Bulat besar matamu
Pantulkan raut wajah seribu
Merayu riuh anak-anak
Mengejarmu hingga badan
Bau mentari begitu seru!
Turut serta rekah mawar
Dendang ilalang menjadi alas
Tatkala ada yang terjatuh
Namun angin suka cita
Rangkul adik yang terluka.
Kembali berlari
Tangan mungil
Menggapai capung-capung
Beterbangan tak tahu diri
Seolah menikmati
Betapa duri gapai mimpi-mimpi
Jakarta, 2023
***
Ardhi Ridwansyah kelahiran Jakarta, 4 Juli 1998. Puisinya “Memoar dari Takisung” dimuat di buku antologi puisi “Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019”. Termasuk 115 karya terbaik dalam Lomba Cipta Puisi Bengkel Deklamasi 2021. Puisinya juga dimuat di media seperti labrak.co, litera.co.id, kawaca.com, balipolitika.com, galeribukujakarta.com, Majalah Kuntum, Majalah Elipsis, Radar Cirebon, Radar Malang, koran Minggu Pagi, Harian Bhirawa, Dinamika News, Harian Fajar, koran Pos Bali, Riau Pos, Suara Merdeka, Radar Malang, Radar Madiun, Radar Banyuwangi, Radar Kediri, Nusa Bali, Suara Sarawak (Malaysia), koran Merapi, Pontianak Post, Harian Waspada, Radar Tuban, Babel Pos, Harian Analisa, dan Media Indonesia. Instagram: @ardhigidaw. WhatsApp: 087819823958.
Komentar
Posting Komentar