durhaka | cerpen muhammad lutfi

 

Mata ibunya masih merayap antara malam dan subuh. Wanita itu melangkah menuju dapur dan mengambil air untuk wudhlu. Kemudian dia tunaikan solat subuh. Dia bangunkan anaknya itu yang sedang malas-malasan untuk solat. Tetapi tetap saja dia tak mau bangun.

Tangan anak itu justru menyanggah tangan ibunya. Dia bentak ibunya hingga ibunya terkaget dan jantungnya berdetak kencang. Kemudian dia tidur lagi. Ibunya mengelus dada melihat kelaukan anaknya.

“Mir, bangun! Sudah subuh!”

“Ah, nanti saja, aku mau tidur dulu.”

Kemudian ibunya membuka tirai dan dingin menggerayangi anaknya. Anaknya tetap tidak mau solat. Kemudian mendorong ibunya hingga terjatuh. Dia memaki ibunya dan mengatakan yang tidak-tidak pada ibunya.

“Sudah aku bilang, aku mau tidur dulu.”

“Tapi aku hanya membangunkanmu, Nak.”

“Ini jam berapa, adzan pun belum berkumandang.”

Karena tidak mau berbuat menyakiti anaknya, ibunya segera keluar dari kamar dan meninggalkan anaknya. Dia kemudian mengaji dan berwiridan. Anaknya sebenarnya mendengarkan, tetapi hanya berpura tidak tahu saja.

Esok hari terang sekali. Matahari makin meninggi. Lamir buka sarungnya dan melihat matahari sudah mulai meninggi. Dia bangun kemudian mandi dan makan. Kemudian pergi untuk nongkrong bersama temannya.

Di sebuah tongkrongan, teman-temannya sudah berkumpul. Mereka semua iuran untuk beli miras. Tiap hari harus minum miras. Kalau tidak miras rasanya kurang lengkap. Lamir membeli miras bersama beberapa temannya.

Uang Lamir habis hanya untuk miras bersama beberapa temannya itu. Mereka kemudian duduk sambil bermain kartu. Mereka kemudian bermain judi dengan taruhan uang dan sepeda motor. Saat itu, Lamir kebetulan menang. Uangnya bertambah banyak. Dia dapat motor pula.

Lamir yang menang dan sukacita, meminum setenggak botol miras kemudian bercerita tentang betapa kesalnya dia tadi pagi. Dia mengumpat seenaknya dan memaki-maki dirinya sendiri. Kemudian dia sambil duduk menyalakan rokoknya.

“Kalian tahu, tadi pagi apa yang aku alami?”

“Ceritalah!”

“Aku kesal, dia selalu menyuruhku bangun dan bangun.”

“Kau dasar, memang tidak tahu diri kau.”

“Ah, kalian sama saja kan.”

“Kalau aku jadi kamu, aku jorokkan dia hingga terpental.”

“Sudah seperti biasanya memang begitu.”

Mereka tertawa terkekeh-kekeh sambil cengar-cengir dan matanya mengatu-ngatup. Mereka nikmati permainan itu sampai habis. Kemudian tertawa kembali sampai puas. Lewatlah depan mereka seorang wanita bernama Mirsanda.

Mirsanda seorang wanita yang mereka mau godai tiap hari. Tiap Mirsanda lewat depan mereka, mereka selalu menggodanya. Memang tiada yang cantik selain Mirsanda, kalau bagi Lamir. Mereka tertawa lagi terkekeh-kekeh.

“Hai, cewek, mau kemana?”

“Jangan ganggu aku!”

“Ah, mau kemana, aku cuman tanya.”

“Jangan ganggu aku!”

“Hoih, mau kemana, aku tanya kamu. Jawab!”

Mirsanda ketakutan, kemudian dia diperkosa oleh Lamir dan beberapa kawannya. Lamir merasa puas sudah menggagahi Mirsanda dan lalu menumpahkan segala keinginannya pada Mirsanda.

Mirsanda dibuat tidak sadar. Dia merasa lelah dan shock dengan perbuatan Lamir dan kawan-kawannya. Lamir sudah memperoleh keperawanan Mirsanda, wanita itu sudah direnggut oleh beberapa orang.

Lamir yang puas, kembali pulang ke rumah. Dia dan kawannya meninggalkan Mirsanda begitu saja. Mirsanda ditemukan oleh pak RT dengan beberapa helai bajunya yang terkoyak-moyak sudah.

Pak RT meminta beberapa orang untuk mengangkat Mirsanda dan membawanya pulang ke rumah. Mirsanda masih tak sadarkan diri akibat perbuatan itu. Disadarkannya Mirsanda oleh pak RT dan beberapa warga yang menemukannya.

Sementara Amir pulang ke rumah, dia dalam keadaan mabuk dan matanya memerah. Dia dobrak pintu dan terdorong pintu itu dengan snagat keras. Pintu itu kemudian ditendangnya. Pintu itu sampai jebol dan terpecah belah jadi dua.

Lamir menyerahkan uang ke ibunya. Dia suruh ibunya belanja. Dia kemudian tidur di kamar. Sampai menjelang petang dia tidur tanpa ada yang ganggu. Ibunya tidak tahu uang itu darimana. Yang dia tahu, anaknya bekerja di suatu tempat.

Mirsanda yang sadar, bercerita tentang kebejatan Lamir dan beberapa kawan-kawannya. Mirsanda dipaksa melayani nafsu bejat dari Lamir dan kawan-kawannya. Dia dicekoki miras dan membuat kepalanya pusing. Lalu mereka bergantian naiki badan Mirsanda.

“Siapa yang menyentuhmu pertama kali, Nak?” tanya ayah Mirsanda.

“Bebeberapa orang. Lamir dan kawannya.”

“Mereka semua?”

Mereka semua dengan tertawa terkekeh-kekeh setelah melakukan perbuatan tersebut pada Mirsanda, Lamir dan kawan-kawannya malam itu pun berkumpul lagi. Seorang lelaki yang salah satunya juga sudah melakukan perbuatan bejat pada Mirsanda segera berlari dan mengabarkan kalau pak RT dan teman-temannya tahu kalau Mirsanda sudah diperkosa oleh mereka.

“Kalian harus berhati-hati, mungkin polisi akan datang malam ini.”

“Ah, masa bodoh. Wanita sombong itu harus diberi tahu.”

“Iya, kita kencingi saja rumahnya malam ini.”

Mereka pun berangkat ke rumah Mirsanda dan mengencingi rumahnya. Bau rumah Mirsanda  baunya air kencing. Batu-batu dilemparkan ke rumah Mirsanda hingga membuat genteng rumah Mirsanda bocor dan berlubang.

Lamir kemudian mengendarai motornya bersama kawan-kawannya. Dia pulang menuju rumahnya dan dia dapati rumahnya tertutup rapat. Pintu digedor-gedor dengan keras, tetapi tidak ada jawaban dari dalam rumah.

Dia kemudian berteriak-teriak memanggil ibunya. Tetapi tidak dia dapati ibunya keluar. Kemudian ada tetangga yang lewat situ. Tetangganya menegur perbuatan Lamir yang teriak-teriak. Karena tak suka, kemudian dia melemparkan batu pada orang itu.

Ibunya sedang mengaji, dia sedang mengaji dengan keras, sehingga tidak mendengar teriakan anaknya. Anaknya kemudian membuka pintu dan ditemukannya ibunya di balik pintu itu. Ibunya melihat wajah anaknya.

Baru saja, pintu mau dibuka, beberapa orang datang meneriaki Lamir. Mereka membawa Mirsanda bersamanya dan mau menuntut perbuatan Lamir dan kawan-kawannya.

“Hei, mau kemana kamu. Tanggungjawab.”

“Siapa kalian?”

“Kami menuntut perbuatan kamu padanya.”

“Wanita ini?”

“Kamu harus bertanggungjawab.”

“Bukan aku saja yang melakukannya.”

Kebetulan ada komplotannya yang mengawasi dan melihat pembicaraan Lamir. Karena Lamir telah membuka rahasia perbuatan bejatnya dan kawan-kawannya, jadinya mereka tertangkap basah semua.

Dia mengadukan perihal itu kepada kawannya yang lain. Mereka semua marah karena sudah tertangkap basah melalui Lamir. Lamir yang tertangkap segera melarikan diri dan berlari menuju teman-temannya.

Semua pengikut pak RT mengejar Lamir hingga sampai di tempatnya Lamir. Tetapi Lamir tetiba itu ditusuki oleh pisau teman-temannya. Dia sampai berdarah-darah. Darah mengucur deras keluar dari badannya.

Dia terbunuh oleh beberapa tusukan pisau di badannya. Teman-temannya melarikan diri dan pak RT membawa jasad Lamri yang berlumuran darah ke rumahnya. Ibunya menangisi kepergian Lamir.

Mirsanda yang trauma karena itu sulit disembuhkan. Dia terbayang beberapa wajah-wajah dari orang yang merudapaksa dia. Dia merasa tertekan dan sulit melupakan itu. Wanita itu kini jadi gila dan setiap hari berdiam di rumah. Tidak pernah terurus dan selalu menatap langit-langit dengan tatapan mata beku dan kosong.

Desember 2022


Muhammad Lutfi, S.S. lahir di Pati, tanggal 15 November 1997. Merupakan anak pertama dari pasangan Slamet Suladi, Spd., Mpd., dan Siti Salamah, Spd. Memiliki adik, bernama Yasin Fajar Augusta. Sedang melanjutkan kuliah pascasarjana di UNNES. Bidang sarjana sastra Indonesia diselesaikan di UNS. Buku yang pernah ditulis, puisi: Aku dari East City, Taka, Gugat, Mata Sengsara, Balada Untung Suropati. Cerpen: Bunga Dalam Air, Tabula Rasa, Pelaut. Novel: Senja, Bisma Pahlawan Hidup Kembali, Berlayar, Zahra dan Kotak Pandora. Drama: Asuh, Elegi. Buku filsafat: Kakawin Wiradarma, Serat Tri Aji. Buku Ajar: Sastra Mistik, Pengkajian Puisi, Kritik Sastra dan Aplikasinya pada Puisi Chairil Anwar. Bekerja sebagai guru bahasa Indonesia di SMP N 1 Jaken. Bergiat di komunitas Rumput Sastra. Mendirikan TBM Rumput Sastra dan mendirikan redaksi cyber sastra. Dulu juga sempat bekerja sebagai jurnalis selama 4 bulan, kemudian sebagai guru di SMK swasta. Juara yang pernah diraih: juara 1 penulisan puisi, juara 1 tulis puisi, juara 2 penulisan puisi UNS, juara 3 lomba puisi di sastra Asean Vaganza. Beberapa karyanya berupa esai, cerpen, kritik sastra, dan puisi, serta naskah drama dipublikasikan di: solopos, apajake, balai bahasa bali, balai bahasa semarang, Kompas, koran amanah, koran Selangor, koran suara serawak, semesta seni, ellipsis.

Komentar