![]() |
Foto bersama Pejabat Kemendikbud dan peserta terseleksi |
Sekumpulan orang berdiri di depan jalan
menuju Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur. Mereka hendak
menuju ke Aula Sasadu Lantai 2 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa untuk
menghadiri acara Gelar Wicara dan Penampilan Tunas Bahasa Ibu yang
diselenggarakan oleh Badan Bahasa Kemendikbud RI. Namun langkah mereka
terhambat, air setinggi paha orang dewasa menggenangi jalan dekat kampus
Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tersebut.
“Kami mohon maaf, acara kami tunda
sementara. Kita tunggu sampai airnya surut. Ya mau gimana lagi” kata Evi
Noviani, salah satu panitia Gelar Wicara yang juga ikut berdiri menunggu
surutnya air di Jalan Daksinapati Barat IV.
Hari itu, 25 Februari 2020, menjadi hari
yang begitu melelahkan bagi warga DKI Jakarta karena hampir seluruh daerah
terdampak banjir, yang mengakibatkan orang-orang malas keluar rumah dan
aktivitas di berbagai perusahaan maupun sekolah terhambat. Tak sedikit pula
perusahaan dan sekolah-sekolah meliburkan karyawan dan siswanya.
![]() |
Chadori, salah satu anggota Pelataran Sastra Kaliwungu mengikuti acara Gelar Wicara dan Penampilan Tunas Bahasa Ibu di Badan Bahasa Kemendikbud RI, Jakarta, Selasa (25/2) |
Namun, banjir yang terjadi di Jakarta
tak menyurutkan niat Chadori Ichsan untuk mengikuti acara Gelar Wicara yang
diselenggarakan oleh Badan Bahasa Kemendikbud RI itu. “Ya kita tunggu saja lah,
semoga cepat surut dan acara bisa berjalan sebagaimana mestinya” ungkapnya. Chadori,
begitu panggilan akrabnya, merupakan peserta yang datang dari Pelataran Sastra
Kaliwungu, sebuah komunitas sastra dari Kendal, Jawa Tengah. Ia rela menempuh
jarak ratusan kilometer hanya untuk mengikuti acara tersebut.
“Dari Kendal naik kereta, terus
kesininya naik ojek online. Sempat beberapa driver cancel karena di sini kan banjir. Tapi alhamdulillah akhirnya
sampai juga” kata pemuda yang juga merupakan mahasiswa Universitas Negeri
Semarang (UNNES) itu.
Ia terpaksa turun dari ojek online yang
dinaikinya sebelum sampai pada lokasi karena banjir. Akhirnya ia menunggu
banjir surut bersama para peserta lain yang telah lebih dulu berdiri. Peserta
Gelar Wicara keseluruhan berjumlah 200 peserta yang telah terseleksi dari
berbagai instansi maupun komunitas.
Tak lama gawai Chadori bergetar, sebuah
pesan singkat dari panitia Gelar Wicara masuk. Menginformasikan bahwa acara
yang semulanya akan dilaksanakan pada pukul 08.00 wib, karena banjir ditunda
hingga pukul 12.00 wib. Akhirnya ia dan beberapa peserta lain menunggu sampai
pukul 12.00 wib atau setidaknya hingga air surut di sebuah masjid dekat lokasi.
Benar saja, sekira pukul 12 lebih sedikit, air yang menggenangi lokasi acara
perlahan mulai surut dan akhirnya bisa dilewati oleh para peserta.
Sebagian besar peserta seperti tidak
sabar ingin lekas mengikuti acara. Mereka menambah kecepatan langkah kakinya.
Suara percikan air yang menetesi kaki mereka pun tak dihiraukannya. Tak lama,
sampailah mereka di lantai 2 gedung yang menghadap ke arah barat itu, tempat
acara dilaksanakan. Sebagian besar peserta menggunakan sandal karena masih
terdapat air yang menggenang, sisanya tetap teguh dengan pendiriannya
menggunakan sepatu.
![]() |
Peampilan Sastra Lisan |
Pukul 13.00 wib acara dibuka dengan
sambutan dari Menteri Pendidikan & Kebudayaan RI, Nadhiem Makarim, yang
pada waktu itu diwakilkan oleh Plt Kepala Badan Pengembangan & Pembinaan
Bahasa, Prof. Dr. Dadang Sunendar, M. Hum. Dalam sambutannya ia berharap bahasa
ibu menjadi bahasa yang tetap digunakan dan dilestarikan oleh masyarakat.
“ Indonesia memiliki 718 bahasa, dari
jumlah tersebut 428 dari Papua dan sisanya tersebar di seluruh provinsi di
Indonesia. Semakin kesini bahasa ibu atau bahasa daerah jumlahnya selalu
berkurang. Maka dari itu, mari kita jaga bahasa ibu supaya tetap lestari” katanya.
“Badan bahasa rencananya akan membuat
Kamus Bahasa Daerah Online, sebagai ikhtiar kita untuk tetap menjaga bahasa
ibu” ia menambahkan.
Bahasa ibu menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI V) adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui
interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan
masyarakat lingkungannya.
Prof. Dr. Arif Rachman, M.Pd, Ketua
Harian KNIU UNESCO dalam sambutannya menyampaikan awal mula bahasa ibu sangat
diperhatikan oleh UNESCO.
“Bahasa Ibu Internasional yang
diperingati 21 Februari kemarin bermula saat warga Bengali memperjuangkan
bahasa daerahnya hingga pertumpahan darah. Mereka menuntut pemerintah agar
bahasa Bengali disejajarkan dengan bahasa Urdu sebagai bahasa resmi”. Ucapnya.
Acara kemudian
dilanjutkan dengan penampilan tunas bahasa ibu. Mereka adalah anak-anak dari
Kabupaten Bungo Provinsi Jambi yang didampingi oleh Nenek Jariyah yang
merupakan Maestro bahasa ibu di Bungo. Nenek Jariyah dan juga beberapa anak
tersebut menampilkan sastra lisan daerah Bungo yang berjudul Dideng.
Komentar
Posting Komentar