Puisi Eko Tunas

Tidak Ada

Tidak ada yang tahu
Apa bakal terjadi
Laut belum bersaksi
Satu pesawat tempur
Mau bombardir kota
Muncul dari sisi gunung

Gunung juru bicara alam
Masih diam seribu basa
Squadron melesat
Dari kapal perang
Orang-orang tidak tahu
Apa terjadi di udara

Pesawat dan jet
Saling baku serang
Penyair terpukau
Sajak apa mesti ditulis
Orang-orang terpana
Melihat kembang api

Tuhan pun tertawa

1 April 2019



Kota

Dari lawangsewu
Ke kotalama
Kota mengambang
Serupa mainan anak
Ada diskon 50 %
Mall mau dijual

Di sini tempat berjanji
Di antara heritage
Lalu lapak-lapak artefak
Maksi apa kita
Baiknya nasgor mberok
Kita makan di taman

Ini kota dekat hati
Simpanglima jauh mata
Terlalu banyak warna
Juga lampu warni
Baju batik oke saja
Dipadu jins belel robek

Kota ya kamu
Iya kamu

3 April 2019




Dua Kapal

Dua kapal perang
Saling serang
Di lautan bebas teritori
Ikan-ikan bereksodus
Mengira ada badai
Untuk waktu lama

Seorang kanak nelayan
Di perahu kecil
Menyaksikan dari jauh
Tersenyum-senyum
Seperti menikmati
Permainan ganjil

Lalu gerimis riwis
Serupa harpa langit
Dua kapal saling benam
Kanak meniup seruling
Berpadu petikan gaib
Bagai puisi Tuhan

7 April 2019


Eko Tunas, merasa sangat dicintai Tuhan, dengan beberapa bakat yang dimilikinya: senirupa, teater, sastra. Karya-karyanya -- puisi, cerpen, esai, novel -- tersebar di berbagai mediamassa. Kumpulan puisinya Sajak Dolanan, Yang Terhormat Rakyat, Ponsel di Atas Sprai, Aorta. Novelnya Wayang Kertas memenangkan lomba cerbung Suara Merdeka. Beberapa cerpennya diterbitkan bersama dalam buku Bidadari Sigarasa dan dibacakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Lalu buku cerpen tunggalnya, Tunas. Naskah-naskah drama dan skenarionya dimainkan Teater RSPD Tegal, Teater Dhome dan Teater Lingkar Semarang. Kini sambil terus menulis dan berteater ayah beranak lima ini  kembali ke habibatnya melukis. Sambil sesekali monolog atau ceramah kebudayaan di banyak kota. Hidup yang penting dilakoni, susah dan senang sama saja, katanya.

Komentar