Pemantik Puisi, Heri CS |
Barangkali, bagi siapapun tentunya tak akan melewatkan moment hari ulang tahunnya, begitupun sebuah komunitas. Sebagai sebuah komunitas, memperingati hari ulang tahun merupakan sesuatu yang musti dilakukan sebagai pembuktian terhadap konsistensi komunitas tersebut. Selain itu juga sebagai riwayat kelahiran sebuah komunitas itu sendiri dan sebagai ajang intropeksi komunitas untuk berbenah dikemudian hari.
Hal itu turut diyakini oleh Komunitas Sastra Pelataran Sastra Kaliwungu (PSK), yang pada tanggal 9 Desember besok merayakan kelahirannya yang ketujuh. Sungguh, merupakan usia yang begitu belia bagi umur sebuah komunitas. Tetapi eksistensi dan keistiqomahan sebuah komunitas yang kini hendak berusia 7 tahun patut diacungi jempol.
Merayakan kelahiran tak selamanya musti dirayakan dengan pesta dan kegiatan yang penuh hingar bingar. Tetapi bagaimana perayaan itu dapat mengena bagi siapapun yang menghadirinya. Sebagai awal dari rangkaian perayaan kecil ini, PSK mengadakan Pelatihan Menulis Puisi yang diadakan di Gedung MI NU 04 Kumpulrejo Kaliwungu, Minggu (2/12). Dengan menggandeng Heri Condro Santoso, atau yang lebih akrab disapa Heri C.S. seorang penyair, jurnalis dan pegiat Komunitas Lereng Medini, Boja.
Peserta Pelatihan Menulis Puisi |
Acara pelatihan ini diikuti kurang lebih 25 peserta dari beberapa sekolah, pondok pesantren di Kendal, mahasiswa Kendal dan Semarang serta masyarakat umum. Tercatat beberapa mahasiswa UNISS, UIN Walisongo, UPGRIS, UNNES dan UNDIP turut merayakan kelahiran PSK dengan berpartisipasi dalam Pelatihan Menulis Puisi ini.
Bahrul Ulum A. Malik, Presiden PSK mengungkapkan terima kasih atas partisipasi para peserta dan berharap setelah pelatihan ini ada beberapa peserta dapat memanfaatkan apa yang didapatkan nantinya, dengan menekuni menulis.
Kegiatan diawali dengan akustikan dan pembacaan puisi oleh Bima W.S. dan M. Lukluk Atsmara Anjaina dengan membawakan lagu Sesuatu Yang Tertunda – Iwan Fals feat Padi dan pembacaan puisi biarkanlah jiwamu berlibur, hei penyair – Wiji Thukul. Kemudian dilanjutkan materi oleh Heri C.S.
Akustikan dan Baca Puisi oleh Bima WS dan Lukluk Anjaina |
Mengawali pembicaraannya Heri C.S. mengajak peserta untuk lebih dulu mencintai budaya literasi atau membaca dan menulis. Beliau mengungkapkan bahwa budaya literasi musti kita hidupkan sebelum kita jauh mengenali puisi.
“budaya baca musti kita hidupkan. Kita patut beri apresiasi kepada beberapa sekolah dan perguruan tinggi yang sudah menerapkan Gerakan Literasi” ungkap Heri C.S mengawali pembicaraan.
Lebih lanjut, Heri yang juga penulis buku Perjumpaan: Sandiaga, Martin dan Boja (Bunga Rampai Esai 2010 – 2015) ini mengajak para peserta untuk berkenalan dengan puisi. Beliau memberikan metode berkenalan dengan puisi dengan meminjam metode yang diajarkan Ki Hajar Dewantara dalam kegiatan belajar mengajar di perguruan Taman Siswa yang didirikannya. Metode ini dikenal dengan sebutan metode N-3 (niteni-nirokake-nambahi). Metode ini merupakan metode paling praktis dan efisien untuk diterapkan dalam mengenali puisi.
Penyerahan cinderamata oleh Presiden PSK untuk Narasumber Heri CS |
”Dengan Niteni atau memperhatikan, kita perlu menyediakan waktu untuk membaca dan mengetahui banyak penyair berserta puisinya. Kita akan lebih mudah untuk mengenal dan memahami bentuk maupun gaya kebahasaan dalam puisi dan mencoba memilih puisi yang disukai. Yang kedua Nirokake atau menirukan, kita perlu mencoba menciptakan puisi dengan cara menirukan puisi yang disukai tadi sampai benar-benar menemukan kesamaan. Dan yang terakhir Nambahi atau menambah karya dengan mengembangkan puisi-puisi itu.” ujar Heri secara gamblang.
Acara pelatihan semakin mengalir ketika beberapa peserta melempar pertanyaan tentang kegelisahan, pengalaman dan prosesnya dalam mengenali dan bergelut dengan puisi.
“Kata indah itu belum tentu puisi. Tapi puisi sudah barangtentu kata indah. Lalu kata yang indah itu yang seperti apa?” Tanya Chadori, mengawali pertanyaan dengan bercerita pengalamannya dalam menerbitkan Antologi Puisi Tuna Asmara bersama beberapa kawan-kawannya.
Photo bersama peserta setelah usai pelatihan |
“kenapa setelah dilakukan kritik sastra, karya sastra tidak dapat direvisi?” Tanya Ahmad Zainul Fuad, seorang mahasiswa Universitas Islam Walisongo, Semarang. yang kemudian ditanggapi dengan mengatakan bahwa kritik sastra digunakan untuk memperbaiki karya sastra selanjutnya yang akan diciptakan.
Kemudian acara dilanjutkan dengan praktik penciptaan puisi. Peserta diminta untuk mencipta puisi tentang apa saja yang ada dalam pikirannya kemudian dituangkan dalam kertas yang dibagikan panitia. Dari hasil penciptaan ini beberapa puisi diulas oleh Heri C.S. dan diapresiasi dengan membagikan beberapa buku puisi yang dibawanya pribadi.
Menutup kegiatan, Heri C.S. memberikan kenang-kenangan kepada PSK yang kemudian dibalas dengan pemberian kenang-kenangan kepada Heri C.S. dan sesi foto bersama. (_AnjaPSK)
Komentar
Posting Komentar