Kontributor
Fina Lanahdiana | Fitriyani Ayuningtyas | M. Lukluk Atsmara Anjaina
Muhammad Arif Rakhman | Sri Bima Wicaksana Sakti
Proses Katarsis Melalui Jalan Pikiran Anak-anak
Oleh: Fina Lanahdiana
Identitas
Buku:
Judul: Alona Ingin Menjadi Serangga
Penulis :
Mashdar Zainal
Penerbit: Unsa Press
Tebal: x +145 hlm
Cetakan: Pertama, November 2015
ISBN: 978-602-711-765-5
Alona tidak ada! Alona tidak ada! Saat itu, untuk pertama kalinya, mama
menyesalkan kebiasaannya yang pelupa (halaman 8).
Ada beberapa definisi katarsis yang disebutkan dalam KBBI:
1.
Penyucian diri yang membawa
pembaruan rohani dan pelepasan dari ketegangan
2.
Cara pengobatan orang yang
berpenyakit syaraf dengan membiarkan dan menuangkan segala isi hatinya
dengan bebas
3.
Kelegaan emosional setelah
menyelami ketegangan dan pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis.
Berdasarkan
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa katarsis merupakan suatu hasil
perenungan atas sesuatu peristiwa yang menimbulkan tekanan batin sehingga
diperoleh suatu kelegaan (jalan keluar) dengan cara menuangkan segala isi
pikiran dan hati secara bebas.
Segala
sesuatu selalu memiliki ukuran, namun tidak demikian dengan imajinasi. Seperti
yang dikatakan Albert Enstein, bahwa logika akan membawa Anda dari A-Z,
sementara imajinasi akan membawa Anda ke mana-mana. Barangkali
ketidakterbatasan itulah yang ingin disampaikan Mashdar Zainal melalui empat
belas cerpen yang hampir seluruhnya pernah diterbitkan media cetak lokal dan
nasional. Buku ini adalah kumpulan cerpen perdana penulis, setelah sebelumnya
menerbitkan novel “Dan Burung-burung pun Pulang ke Sarangnya (Quanta-Elexmedia,
2014). Cerpen-cerpen di dalam buku ini, seluruhnya berkisah mengenai dan dari
sudut pandang anak-anak.
Anak-anak,
kita tahu bahwa di dalam pikiran mereka memiliki halaman luas yang tidak
terjangkau oleh logika pikir orang dewasa. Mereka memiliki dunia yang tidak
kasat mata, gaib, ajaib, persis seperti dongeng pengantar tidur dalam buku-buku
cerita anak-anak. Hal-hal semacam ini bisa ditemukan dalam cerpen Alona Ingin
menjadi Serangga—yang sekaligus menjadi judul utama kumpulan cerpen—mengisahkan
seorang gadis bernama Alona. Suatu hari ia terlambat pulang sekolah dan ibunya
sangat marah. Akibat kesalahan—yang sebenarnya tidak dia lakukan—karena ibunya
menganggap bahwa ia pulang terlambat karena terlalu banyak bermain, ibunya
tidak mengizinkannya masuk ke dalam rumah, bahkan mengunci pintu dan membiarkan
Alona kedinginan sebab hujan yang mengguyur demikian deras hingga akhirnya ia
bertemu dengan dua ekor kumbang. Ia merasa ibunya tidak pernah menyayanginya.
Ibunya tidak peduli lagi peduli kepadanya. Tubuhnya semakin dingin dan lemas.
Hal itu membuatnya berkeinginan menjadi serangga yang mempunyai sayap agar bisa
terbang ke mana pun ia suka, meninggalkan mamanya (halaman 7).
Beberapa
kisah memang cenderung gelap dan dramatis, menggambarkan karakter orang tua
yang kerap melakukan kekerasan terhadap anaknya, misalnya pada cerpen Laron
yang menceritakan seorang anak penderita autis, Pasar Malam dengan kisah
seorang gadis yang dibuang ibunya di sebuah pasar malam, dan Dalam Kamar Mandi,
yang begitu jelas menggambarkan tekanan psikologis yang dialami tokoh Maria. Ia
dibayangi pikiran-pikiran buruk tentang mamanya ketika merasa melakukan
kesalahan, sebab mamanya seringkali menghukumnya dengan cubitan sampai kulit
biru atau jeweran kuping. Maka ketika suatu hari ia mengotori bajunya dengan kotoran
dan kencing, ia memilih mengunci diri di dalam kamar mandi sekolah hingga
berjam-jam lamanya, hingga jam sekolah usai (halaman 36). Hal-hal semacam itu
memang kerap terjadi di sekitar kita, sehingga kemerdekaan anak demikian
terancam oleh keegoisan orang tua. Di dalam cerpen tersebut, penulis seolah
ingin menyampaikan sekaligus membuka pikiran pembaca (saya) bahwa tidak
demikian cara mendidik anak, diperlukan sebuah pendekatan khusus dan hati-hati
agar tidak melukai perasaannya, sehingga akan memperkecil kemungkinan seorang
anak menjadi pembangkang, penakut, dan rendah diri.
Kekerasan
terhadap anak bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: 2. Ketidaksiapan
orang tua, 2. Ketidakmampuan orangtua dalam mengelola emosi, 3. Persoalan
ekonomi, 4. Keterbatasan anak, 5. Harapan orang tua yang berlebihan, dsb.
Namun
demikian, bukan berarti seluruh cerpen di dalamnya berisi sesuatu yang gelap
lagi kelam. Penulis juga menghadirkan cerita bernuansa reliji dalam cerpen Kampung
Lapar, Hikayat Pohon Asa, dan Uban yang berkisah
mengenai seorang anak laki-laki berusia delapan tahun yang ditumbuhi uban yang
kemudian mengingatkannya atas nasihat ustaznya bahwa uban, sakit, pendengaran
yang buruk, serta penglihatan yang buram merupakan beberapa utusan pertanda kematian (halaman 87).
Latar Belakang
Profesi
Dalam
sebuah kata pengantar, Mashdar Zainal mengungkapkan pekerjaannya sebagai
pengajar di sebuah Sekolah Dasar. Hal ini barangkali berkaitan erat dengan
alasan mengapa ia memilih menulis banyak hal tentang anak-anak. Ia juga
bercerita mengenai ketakjubannya dengan cara berpikir anak-anak. Suatu ketika
di ruang kelas saat hujan turun, seorang siswa kelas satu mengeluh tidak bisa
bermain, sementara temannya yang lain mengatakan bahwa langit sedang pipis. Hal
ajaib semacam ini bisa dijumpai dalam cerpen Dunia Damar, bercerita tentang
seorang bocah laki-laki bernama Damar yang memiliki imajinasi yang hebat. Ia
bisa berbicara dengan tumbuhan dan hewan, serta sesuatu lain yang sukar
dimengerti akal sehat manusia mana pun. Sementara dalam Katastrofa, Eufoni
Samawi dan Petani Dongeng, juga tidak lepas dari dunia-dunia ajaib yang
diciptakan oleh penulis, meskipun dalam Eufoni Samawi, penulis melibatkan mimpi
sebagai jalan menyelesaikan masalah yang menimbulkan kesan seolah-olah nyata,
seolah-olah mimpi.
Saya kira penulis berhasil membawa saya
dalam dunia-dunia ajaib yang diciptakannya dengan segala ruang senyap yang
riuh—penuh dengan ketermenungan—meskipun terkadang di beberapa cerita, penulis
seolah memaksakan kehendak, bahwa cerita haruslah memiliki pesan moral yang
gamblang agar dimengeti pembaca.
Fina Lanahdiana
Partikel pemimpi yang memilih pura-pura sibuk
membaca dan menulis ketika tidak ada pekerjaan yang mesti diselesaikan
***
KAU MASIH HIDUP
Karya
: Fitriyani Ayuningtyas
Kau
masih hidup,
Tersimpan
dalam lebar senyum sang putri
Dalam
binar bening mata indahnya
Dalam
tapak langkah perjalanannya
Kau
masih hidup,
Mekar
dalam hati sang putri
Tumbuh
sumbur dalam nurani
Tersiram
indah dengan cinta dan kasih putri
Kau
masih hidup,
Meski
hanya nyata dalam mimpi
Kiranya
sedih dapat tersembunyi
Kau
masih hidup,
Bersinar
dalam doa
Merajut
rindu dalam asa
Kau
masih hidup,
Membelai
lembut tiap mata tertutup
Senyum,
tawa, cinta dan rindumu,
Selalu
terpatri dalam doa tiap sujudku
Sebab,
Kau masih hidup..
SEPOTONG
KUE
Karya : Fitriyani Ayuningtyas
Lamut-lamut mulut bergoyang
Menikmati manisnya sepotong kue pagi ini
Rasa serat mulai menghampiri
Kutengok gelas nampaknya sudah tak berisi
Kuletakkan sepotong kue diatas meja
Sebentar menuang susu hangat didapur
Tak nyana, ia tlah raib
Raib atas kedatangan kawanan semut nan
rapi berbaris
Secepat itu nampaknya mereka menghampiri
Lantas bagaimana ku menyantapnya
Jika mereka menyerang dengan banyak
pasuka?
Ah, sudahlah!
Hanya sepotong kue..

FITRIYANI AYUNINGTYAS atau
akrab disapa Ayus lahir di
Batang 08 Pebruari 1997. Bertempat tinggal di Kota Kaliwungu, tepatnya di Kp. Puri Jatisari Permai
Rt.01 Rw.15 Ds.Plantaran, Kec.Kaliwungu Selatan, Kab.Kendal. Aktif menulis sejak kelas 2 SMA. Saat ini Ayus adalah Mahasiswa di STIKES Ngesti Widi Husada Kendal jurusan S1.Farmasi.
PIN BB : 59CC1DAA
No.Hp : 085742756924
Facebook : Fitriyani Ayuningtyas
****
Tetralogi Buru, Yang Pernah Diasingkan
Oleh : M. Lukluk Atsmara Anjaina
Barangkali,
kaum pelajar ada yang masih asing dengan sastrawan fenomenal bahkan sampai
internasional. Pramoedya Ananta Toer atau Pram, sapaan akrabnya. Lahir di
Blora, 6 Februari 1925 merupakan salah satu pengarang produktif dalam sejarah
sastra di Indonesia. Lebih dari 50 karya telah ia lahirkan dan lebih dari 41
bahasa asing karyanya diterjemahkan.
Bagi sebagian
kalangan, sosok Pram merupakan sosok yang kental dalam menulis. “Orang boleh
pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam
masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
(Pramoedya Ananta Toer). Mungkin kata-kata Pram tersebut yang memotivasi banyak
orang sehingga muncullah banyak penulis disetiap sudut belahan dunia. Dari yang
menulis cerita, puisi atau lainnya. Dari yang fiksi maupun non-fiksi. Hingga
dari yang sekadar menulis curahan hati yang akhirnya menjadi buku sebagai saksi
bisu.
Karyanya yang
paling fenomenal adalah Tetralogi Buru adalah nama untuk keempat novelnya yang
terbit dari tahun 1980 hingga 1988 yang mengungkapkan sejarah keterbentukan
nasionalisme pada awal Kebangkitan Nasional dan pengukuhan atas seorang bernama
Tirto Adhi Soerja yang digambarkan sebagai tokoh Minke yang ditulis dengan
sentuhan roman. Juga berkisah tentang perjuangan hebat melawan kolonial dengan
jalan jurnalistik.
Tetralogi Ini
pernah mengalami pengasingan atau kata lain dilarang terbit dengan keputusan
Jaksa Agung nomor 061/J.A/6/1988 disertai tulisan: ”Kita memandang Pramoedya
Ananta Toer seorang sastrawan, pencipta keadilan, tidak akan mensejajarkannya
dengan Alimin, Muso, atau Aidit. Kita tidak menganggap Pram adalah seorang
komunis. Tetapi di masa dimana Alimin, Muso, Aidit tak ada lagi dan seluruhnya
telah menjadi puing agung, bukankah segala sesuatunya perlu dimulai dari awal
lagi.” (http://indoprogress.com/2011/05/nyanyi-sunyi-pram/)
Berikut
sedikit ringkasan dari keempat novel Pramoedya yang termaktub dalam Tetralogi
Buru:
1.
Bumi Manusia
Novel awal dari Tetralogi Buru ini menceritakan kisah cinta Minke
kepada Annelies yang banyak akan rintangan dan terbentuknya nasionalisme ketika
bangsa kulit putih menelan Pribumu, bangsa kulit putih tersebut meminta hak-hak
kuasa kekayaan Tuan Mallena yang mati karena keracunan. Dan Pribumi tidak
menyerah dan terus melawan, tak malu ketika kalah. Pribumi harus mempertahankan
hak-haknya, tidak hanya ditindas oleh eropa saja.
2.
Anak Semua Bangsa
Novel jilid kedua berkisah tentang penyakit Annelies yang tambah parah
yang sebelumnya telah diceritakan di jilid pertama bahwa Annelies mengalami
sakit-sakitan. Dan selanjutnya Annelies dibawa ke Netherland. Tetapi Nyai
Ontosoroh menyuruh Robert Jan Deperste (Panji Darman) untuk mengawasi dan
mengabarkan keadaan Annelies selam perjalanan dan setelah sampai. Dan akhirnya
Annelies meninggal dunia ketika sampai Netherland.
Juga diceritakan kekejama kolonial yang mengambil alih tanah warga
menjadi pabrik gula dan warga diperintah untuk menanam tebu dan hasilnya untuk
kolonial secara tidak adil. Rakyat pun semakin menderita. Disisi lain kekayaan
Nyi Ontosoroh jatuh ke tangan anak suaminya, Maurits Mallema yang merupakan
hasil dari pernikahan dengan wanita Eropa. Selanjutnya Maurits Mallema )
saudara tiri Annelies sebagai perwaliaan dari Annelies datang membawa seluruh
barang Annelies dan mengambil alih kekayaan yang ada di Wonokromo yang dibangun
Ayahnya. Warga yang baru tahu bahwa Annelies meninggal dan yang membunuhnya
adalah Maurits memberikan cercaan kepada Maurits. Tapi, Maurits tak acuh dan
pergi meninggalkan Minke dan Nyai Ontosoroh tanpa kejelasan.
3.
Jejak Langkah
Novel yang ketiga menceritakan tentang sebuah lanjutan cinta Minke
yang hijrah ke Betawi untuk melanjutkan sekolah di Pendidikan Dokter STOVIA.
Lalu menukah dengan Ang Son Mei, seorang gadis Tiongkok. Lalu lambat laut Minke
mendirikan organisasi Syarikat Priyayi dan menerbitkan koran Medan Priyayi. Ia
sempat dihubungi dr. Soetomo perihal pembentukan organisasi Boedi Oetomo namun
Minke keluar karena berbeda prinsip. Setelah Syarikat Priyayi vakum Minke
mendirikan organisasi Syarikat Dagang Islamiyah (S.D.I.) yang berkembang pesat.
Medan Priyayi tetap terbit harian. Tetapi mengalami persaingan dengan
organisasi Tionghoa, koran Sin Po. Minke menerbitkan Hikayat Siti Aini dari
Hadji Moeloek dan berhasil menaikkan rating Medan Priyayi.
Selanjutnya Minke mengadakan konferensi dengan para pimpinan SDI
cabang dan akan melakukan kerja propaganda. Tetapi dua hari sebelum melakukan
kerja propaganda di negeri-negeri termasuk Singapura, Malaya, Siam, dan
Filipina, Medan Priyayi yang telah diserahkan kepada Sandiman, Marko, dan
Frinschbaten memuat berita yang menggemparkan, menghina Gubernur Jenderal dan
Medan Priyayi di musnahkan sedangkan Minke ditahan oleh polisi.
4.
Rumah Kaca
Rumah Kaca mengisahkan tentang Pangemanann yang memiliki kekuasan di
Kantor Algemeere Secretarie bertugas mengawasi dan mengendalikan
organisasi-organisasi pribumi mengalami pergulatan hati. Ia bekerja keras
dengan Gubermen demi kelangsungan hidupnya disisi lain ia harus mengendalikan
kegiatan Minke, yang sangat dihormatinya. “Nuraniku terguncang..... Dia bukan
penjahat, bukan pemberontak.... Dia hanya terlalu mencintai bangsa tanah airnya
Hindia.”
Akhirnya dia memilih jabatan dari pada yang lain-lain. “Madame
Pangemanann pergi, aku tak merasa kehilangan, Anak-anak pergi, aku tak merasa
kehilangan. Mengapa aku akan merasa kehilangan ketika jabatanku punah dan
kehormatanku di depan umu rusak?
Itulah
setidaknya ringkasan singkat dari Tetralogi Novel Buru yang pernah terasingkan
kemudian kembali kepada kebebasan malah akhirnya menjadi buku yang (mungkin)
paling dicari karena berisi tentang kisah cinta.
Daftar
Pustaka:
Ø Toer, Pramoedya Ananta, 2008, Bumi Manusia, Jakarta: Hasta
Mitra.
Ø Toer, Pramoedya Ananta, 2008, Anak Semua Bangsa, Jakarta:
Hasta Mitra
Ø Toer, Pramoedya Ananta, 2008, Jejak Langkah, Jakarta: Hasta
Mitra.
Ø Toer, Pramoedya Ananta, 2008, Rumah Kaca, Jakarta: Hasta
Mitra.

M. LUKLUK ATSMARA ANJAINA atau
biasa dipanggil Anja adalah pelajar di SMAN 2 Kendal. Aktif diberbagai
kegiatan, diantaranya PMR, Marching Band dan Pramuka. Karya puisinya telah
terbit diberbagai antologi bersama, dan kini tengah mempersiapkan antologi
puisi tunggalnya. Email : luklukanjaina@gmail.com.
***
Siapakah Kita ?
Oleh : Muhammad Arif Rakhman
Bukankah seekor
kerbau hanya menghamba kepada tuannya?
Begitu pula jasad ini?
Tak selayaknya menghardik jalannya cerita.
Begitu pula jasad ini?
Tak selayaknya menghardik jalannya cerita.
Apalah daya
seonggok daging tanpa tiupan itu.
Akan menjadi pemuas nafsu para belatung diujung kesendirian.
Akan menjadi pemuas nafsu para belatung diujung kesendirian.
Seekor kerbau
selalu bersyukur diatas jalan yang ia tapaki terdapat rerumputan untuk dimakan.
Sama halnya tubuh ini berjalan dan makan diatas garis nasib yang bergelimangan rahmat-nya.
Aneh mata kecil ini tak mampu melihat kasih sayang yang melekat didunia.
Mulut kotor hanya mampu mencela.
Padahal keagungan tiap waktu mencekokinya dengan kenikmatan.
Sama halnya tubuh ini berjalan dan makan diatas garis nasib yang bergelimangan rahmat-nya.
Aneh mata kecil ini tak mampu melihat kasih sayang yang melekat didunia.
Mulut kotor hanya mampu mencela.
Padahal keagungan tiap waktu mencekokinya dengan kenikmatan.
Masihkah
terbakarkah segumpal daging dibungkus kearifan, oleh ke-elokan nan fana?
Keserakahan tungku pemusnahan kebajikan.
Sedang tubuh yang bergumul dengan syahwat merupakan kebusukan tak terjamah logika.
Keserakahan tungku pemusnahan kebajikan.
Sedang tubuh yang bergumul dengan syahwat merupakan kebusukan tak terjamah logika.
Kerbau tak
pernah mengeluh apalagi memprotes semua yg tuannya berikan.
Kenapa daging berkulit menantang sang tuan?
Karena derajat kah, akal atau percikan sifat ilahi yang tak lebih besar dari biji rumput itu.
Lantas menjadikan sombong.
Kenapa daging berkulit menantang sang tuan?
Karena derajat kah, akal atau percikan sifat ilahi yang tak lebih besar dari biji rumput itu.
Lantas menjadikan sombong.
Seekor kucing
begitu patuh kepada pemberi makan.
Selayaknya pohon yang menghambakan diri kepada surya sepanjang langkah jarum waktu.
Masihkah tubuh busuk ini bersikap congkak menentang sang tuannya?
Kerbau, kucing, tumbuhan lebih mulia dari daging yang tak patuh terhadap tuan.
Tapi daging yang berjalan bersama cahaya, akan bersayap laksana elang,
terbang diatas kepala para penjaga.
Selayaknya pohon yang menghambakan diri kepada surya sepanjang langkah jarum waktu.
Masihkah tubuh busuk ini bersikap congkak menentang sang tuannya?
Kerbau, kucing, tumbuhan lebih mulia dari daging yang tak patuh terhadap tuan.
Tapi daging yang berjalan bersama cahaya, akan bersayap laksana elang,
terbang diatas kepala para penjaga.
Kendal, 11
Januari 2016
Uraieff El-rohman
Uraieff El-rohman
****
“ Bencana dihari raya ”
Oleh Bima
Raung...
Tawamu menggelegar memecah kebuntuan eforia gema takbir
Sebuah pilihan jalan lain.
Nyanyimu keluarkan api api menyala
Berguguran melantai kedasar hati.
Entah... aku tak yakin dengan suatu persidangan
Sementara hujan terus saja mendera
Berhamburan angin memberontak bersama harapan.
Semoga untuk mu ini adalah berkah yang langka, dihari
kemudian yang dinantikan
...Esok pagi ( Idul Fitri )
Juli,1436H
Komentar
Posting Komentar