D`RUANG BULETIN SASTRA `PSK` #3, JANUARI 2016



-- COVER DRUANG #3, JANUARI 2016 --


AHMAD IRFAN | EKO PRIBIYANTO IMAM BUDIMAN
MERPATI JULI | MUHAMMAD ISHLAHUDDIN | SETIA NAKA ANDRIAN



 Eko Probiyanto
Ajal

Terkungkung diam
Sepi terbelenggu dan kosong
Hanya nafasmu yang terdengar
Celoteh nada yang tak sampai

Menjalani hari tanpa makna
Di situlah kau terduduk dan tersungkur
Dalam kotak jeruji berkarat
Di sana Kau seorang diri

Tangisan akan segera membanjiri kepergianmu itu
Kayu tua di panggung sana Menanti darah merahmu itu
Mati...itu yang sedang kau tunggu


Menunggu akhir dari semua kisahmu
Di bumi yang fana ini kau terkikis

***

Fitriyani Ayuningtyas
Rindu

Tak ku dengar sapamu disini,
Hanya bising derap kaki dan kursi roda berjalan
Sesekali isak tangis orang kesakitan menambah pusing kepalaku

Tak ku dengar sapamu disini,
Entah kapan kau hadir,
terdengar samar-samar ditelinga
Mungkin itu kau,
atau hanya mimpi dalam tidur lelahku karna rindu menantimu

Tak ku lihat hadirmu disini,
Hanya menatap dinding-dinding kosong
dan lalu lalang orang silih berganti
Memandang langit-langit atap,
berharap hadirmu dapat kulihat

Aku hendak pulang,
Hendak mendengar sapamu lagi,
Melihat jatuhmu lagi,
Pun bermain dengan basahmu lagi.
Oh, hujan, aku rindu..

***

-- Fitriyani Ayuningtyas
Melepasmu

Sebab, melepas yang hampir tergenggam itu bukanlah suatu yang mudah. Aku pernah menaruh harapan besar pada sebuah kata "PRAMUKA" mengejar mimpi dengan penuh asa, namun kini seseorang mematahkannya dengan begitu keras. Ingin melaju namun hantaman tak mampu ku terjang. Just say good bye pada sepucuk harap yang selalu ku semogakan, semangat yang ku kumpulkan untuk lanjut kini hanya sebatas kenangan dan pengalaman.
Dulu memang aku benci sekali dengan kegiatan pramuka. Ya, seperti kebanyakan orang berpendapat bahwa pramuka itu kegiatan yang menyita waktu, tenaga, panas-panasan, juga bentak-bentakan. Sama halnya seperti apa yang aku pikirkan. Bahkan ketika duduk dibangku SMP saja bisa dihitung berapa kali aku berangkat, selebihnya ya bolos dirumah ataupun main ketempat teman.
Namun ketika aku melangkah menapaki bangku SMA, seperti ada sebuah keajaiban yang menggerakkanku untuk menjadi seorang anggota pramuka. Awalnya sih malas sekali karna masih bawaan dari SMP, tapi berkat paksaan dari teman-temanku Arum, Anis, Irma, Rika dan juga Sekar, keajaiban itu datang. Terutama ketika Sekar berkata padaku bahwa “barangkali mulai dari dipaksa, menjalani dengan terpaksa siapa tau terbiasa kemudian menjadi sebuah kebiasaan”. Rasanya itu menjadi sebuah tantangan bagiku, mungkin memang benar apa yang Ia ucapkan dan nyatanya memang benar demikian.
Lelah mungkin iya, tapi semangat yang luar biasa ku dapat dari rekan-rekan seperjuanganku. Ketika aku lanjut ditingkat yang lebih tinggi, yaitu menjadi dewan kerja ambalan rasanya seperti mimpi. Orang yang dulunya benci sekali, sekarang menjadi seseorang yang serius dengan kegiatan pramuka bahkan sangat cinta.
Setelah dilantik menjadi penegak Bantara, segalanya berubah. Aku menjadi orang yang lebih bertanggung jawab, didiplin, mandiri dan bekerja keras. Semua berawal dari tugas yang aku emban juga rekan-rekan, mengkoordinir segala kegiatan yang berhubungan dengan pramuka, melatih adik-adik pramuka, dll. Lambat laun rasa percaya diri, pintar berbicara dan bertanggung jawab itu tumbuh dengan sendirinya. Hingga pada suatu waktu, ada kakak senior yang mengajakku mengikuti kegiatan pramuka diluar pangkalan, namanya adalah SAKA (Satuan Karya). Ada banyak SAKA yang disediakan seperti SAKA BHAYANGKARA, WIRAKARTIKA, BHAKTI HUSADA, dan masih banyak lagi. Berhubung aku sangat suka dalam bidang kesehatan, maka akupun masuk ke SAKA BHAKTI HUSADA. Meski aku aktif berkegiatan pramuka, aku tak pernah lupa dengan tugas yang aku emban di pangkalan. Meski mondar mandir pangkalan, kendal. Tapi itu seru sekali rasanya. Apalagi Pembina Pramuka di pangkalanku, Kak Heru namanya, begitu antusias dan memberikan semangat tinggi padaku.
Nah, SAKA BHAKTI HUSADA yang aku ikuti adalah kegiatan pramuka yang bernaung dibidang kesehatan, bertempat di Dinas Kesehatan Kendal yang dilaksanakan setiap hari Minggu. Disitu aku bertemu  sesama anggota pramuka dari berbagai pangkalan. Tepat 3 kali pertemuan, ada pengumuman bahwa akan diadakan PERTIHUSADA V JAWA TENGAH . PERTIHUSADA atau  Perkemahan Saka Bakti Husada merupakan pertemuan pramuka penegak dan pandega Saka Bakti Husada Se-Jawa Tengah yang dikemas dalam rangka mengadakan integrasi dengan masyarakat dan ikut serta dalam kegiatan pembangunan masyarakat dan ikut serta dalam kegiatan pembangunan masyarakat seperti tersirat dalam janji Tri Satya untuk Penegak dan Pandega.”
Satu persatu dari kami diseleksi, hanya 20 orang yang dapat dikirim. 10 laki-laki dan 10 perempuan dan akupun masuk dalam seleksi tersebut untuk mewakili Kwartir Cabang Kendal. Ada banyak lomba dan kegiatan yang akan dilaksanakan. PERTIHUSADA ini dimulai tanggal 20-25 Juni di Bumi Perkemahan Bandung Bandawasa Bulu Sukoharjo Jawa Tengah.
Setelah seleksi dilaksanakan, kami dimasukkan dalam plot-plot yang tersedia, seperti SENDRATASIK (Seni drama, tari dan musik), Memasak, Safari krida, Melukis, dll. Saat itu aku masuk diplot sendratasik sebagai penari. Ya, maklum dulunya suka nari, jadi sudah tak malu lagi berlenggak lenggok perihal nari didepan penonton. Hehehe. Siang malam, hingga dikarantina di Dinkes pun kami jalani setiap hari demi sebuah kemenangan. Sebetulnya masih banyak sekali kegiatan yang akan dilaksanakan diluar perlombaan seperti, jambanisasi, pembuatan jalan refleksi, pembuatan toga, jumpa tokoh dan yang paling seru adalah berwisata.
Hari H pun tiba, rasanya senang sekali disana. Kami merasa tak seperti mengikuti lomba. Semuanya adalah saudara, sebab setiap kami jalanpun pasti selalu ada yang menyapa dari kontingen lain.Mulai dari mau bangun tidur hingga mau tidur, sapa, senyum dan salam terlontar dari rekan rekan pramuka lain seperti Kontingen Tegal,Pemalang, Salatiga, Pekalongan, Solo, Semarang, Kab.Semarang, Grobokan, Demak, dll. Apalagi kita diberikan sebuah buku jadwal yang dibelakangnya pun ada catatan biodata banyak sekali untuk dimintakan kepada anggota pramuka yang lain. Ya, kesempatan deh tu buat tuker-tukeran no hp. Seneng juga sih bagi yang jomblo. Bisa ngecengin sana sini, modusin sana-sini. Yang cinta lokasi alias cinlok pun buanyakk. Ada juga radio pertihusada yang disediakan buat kirim-kirim salam, membahas jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan, dll. Kebanyakan sih yang kirim-kirim salam yang lagi pada cinlok. Hehehe. Mungkin akupun salah satunya. Tapi ya, sebatas patok tenda saja. Tenda terbongkar, sayonara cinta. Hehehe ada tu sampai dibuatin lagu, judulnya “sebatas patok tenda”. Ada juga yang masih lanjut sampai sekarang. Duh, malah bahas soal cinta. Hehehe lanjut lah yang lain.
Lomba, kegiatan, lomba, kegiatan dan begitu seterusnya hingga 5 hari. Sampai-sampai waktu jumpa tokoh, sangking lelahnya kegiatan, pada tidur deh tu di pundak temen sebelahnya. Ya, Cuma beberapa orang sepertinya yang mendengarkan tokoh berbicara, mata sudah tak sanggup lagi menatap soalnya. Hehehe.
Yang ditunggu-tunggu adalah berwisata, seru dan gratis pula. Berkeliling di Wahana air Pandawa, Produksi jamu, SRITEX, dll. Melepas penat setelah kegiatan yang cukup menguras tenaga dan pikiran. Dibis juga banyak sekali keseruan, mulai dari ngejailin temen yang tidur sampai paduan suara bareng-bareng alias sing a song. Yah, pokoknya menyenangkan sekali lah.
5 hari telah berlalu, setiap pertemuan pasti ada sebuah perpisahan. Dan ini saatnya, meskipun pada akhirnya kami tak mendapat juara, setidaknya kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Yang membuat kami berat adalah perpisahan dengan rekan-rekan pramuka yang lain. Sampai-sampaipun sangking beratnya, ada juga yang tuker-tukeran baju pramuka, topi, badge,dll.  Serulah pokoknya. Anak pramuka mah sama siapa saja, kenal atau tidak kenal, selagi dia anggota pramuka pasti bakal dianggap saudara sendiri. Gampang banget beradaptasi.
Hari-haripun berlalu, selepas kegiatan tersebut, masih banyak lagi kegiatan yang aku ikuti, sepeti JOTA-JOTI, ngepam posko mudik, pokoknya benar-benar menjadi aktivis pramuka. Bahkan mungkin pramuka menjadi keseharianku untuk menyibukkan diri. Sering dapet uang saku pula. Dari pangkalan, Dinkes, ataupun dari DKC karna kegiatan-kegiatan. Malam minggu pun yang harusnya nyantai dirumah, ini asyik berkegiatan dipangkalan lain dengan seragam kebanggakan coklat tua coklat muda dan merah putih dilehernya. Pulangnya pun pagi, ya sangking senengnya, sangking ramainya ngumpul dengan rekan-rekan pramuka jadi lupa sama hari libur.hehehe.
Masa SMA pun berakhir, kini aku menginjak dibangku kuliah, kecintaanku dipramuka pun tetap berlanjut. Hingga aku naik tinggat menjadi anggota Racana. Namun kali ini, fisikku tak sekuat dulu. Mungkin karna seluruhnya sudah tertuang di bangku SMA, kini tubuh mulai manja. Sedikit-sedikit minta istirahat. Awal-awal aku tak dilarang untuk mengikutinya, kalupun dilarang paling hanya sekadar nasihat yang akupun masih bisa ngeyel untuk ikut kegiatan. Tapi lama kelamaan, semenjak rumah sakit menjadi rumah kedua bagiku dan obat menjadi makanan pokok disetiap hariku, larangan begitu keras terlontar dari mulut kedua orang tuaku. Rasanya seperti sebuah petir menyambar hati, sekejap terdiam entah apa yang musti dilakukan. Aku diharuskan mengubur dalam-dalam kecintaanku terhadap pramuka dan fokus pada pendidikanku. Berat sekali rasanya. Hingga aku menulis pada beberapa media sosial yang ku punya, mengungkapkan segala rasa yang kini menjadi beban.
Satu persatu rekan mulai bermunculan, ada yang dari Salatiga, Jepara, Tegal dan rekan-rekan pramuka ku yang lain. Mereka memberikan masukan, semangat dan nasihat padaku. Yahh, namanya perempuan paling bisanya cuma nangis meratapi nasib. Tapi kalau dipikir-pikir, mungkin memang harus saatnya melepaskan. Dulu seluruh kegiatanku berawal dari sebuah paksaan yang pada akhirnya menjadi kebahagiaan, mungkin inipun akan menjadi hal yang sama untukku. Dipaksa untuk keluar dari seluruh aktivitas yang berhubungan dengan pramuka. Mencoba membantahpun rasanya tak sanggup. Sebab akupun lebih memilih orang tuaku dibanding apapun itu. Tak bisa berkutik, pasrah saja pada keadaan. Berfikir, menata dan memperbaiki diri.
Ada salah seorang teman yang memberikan aku sebuah nasihat yang mungkin bisa aku terapkan “Gpp ndak ikut kegiatan pramuka asal jiwanya masih tetap pramuka, Tri Satya dan Dasa Dharmanya juga tetap diterapkan. Kamu kan suka nulis, tulis saja tentang apapun yang berhubungan dengan pramuka. Kan itu tidak menguras tenaga, pasti dibolehkan toh?”. Begitu ucapnya yang menjadikan aku kembali bangkit meski belum sepenuhnya bisa Move On dari sebuah kata “PRAMUKA”.
Mencintai apa yang kita benci memang sulit, sama halnya seperti membenci apa yang kita cintai. Pengalaman-pengalaman begitu banyak ku dapat hingga menjadikan aku seseorang yang benar-benar berbeda dari sebelumnya. Meski harapanku untuk menjadi pembina pramuka, berkegiatan diluar pulau, bertemu dengan sesama anggota diseluruh Indonesia bahkan dunia harus pupus, tapi tak apalah. Aku sungguh bersyukur dapat mengenal PRAMUKA dalam hidupku. Satyaku ku Dharmakan, Dharmaku ku Bhaktikan, Salam Pramuka!

***

n  Imam Budiman
Memanusiakan Puisi

berabad-abad dalam diri ada sebuah ruang yang teramat sunyi
tak dikenal lagi suara-suara yang purba dari pertemuan sepi
tentang seorang tokoh yang entah dari mana asalnya bertali

aku sudah hampir tak perduli pada bentuk-bentuk kias
laiknya pejalan yang tersesat dan menerka arah sepintas
aku ingin memanusiakan puisi dan carik-carik kertas

2015

Lauh Mahfuzh

jangan pernah sesekali kau bertanya pada kaum penujum
dijadikannya bagimu, keasingan-keasingan yang tak boleh dirambah

semua telah tercatat dan tersimpan dengan baik

sedang kita tahu, sedari azaly Tuhan sudah menarik sebentang garis
untuk gerak-gerik hidup kita yang hari ini, esok dan akan datang

Ds, 2015

Penghambaan Diri

sujudku  ialah simpuh daun-daun
tiada dalam luka maupun sukma
karena sujudku ialah sujud penghambaan

rukukku ialah runduk batang padi
tiada dalam congkak maupun pongah
karena rukukku semata bentuk penghambaan

takbirku ialah hembus segala angin
tiada dalam lalai maupun terjaga
karena takbirku tiada lain sebagai penghambaan

aku ingin sujud, rukuk serta bertakbir
di dalam keduabelah telapak tanganmu yang ranum
aku ingin sekali melepas napas; ditimang-Mu

 2015

Sepenggal Episode
semenjak itu, tak dapat lagi kuingat dengan baik
siapa namamu yang sebenarnya?
kau yang sengaja membawa kata-kata ke dalam  tubuhku
lalu dengan kata-kata itu,
aku justru menemukan kesunyian berikutnya yang lebih menakutkan
dari sebuah kematian

2015

Mata Pengail

takjublah si mata pengail; tengah terayun-ayun di sepanjang halu ini
pada sebuah penantian panjang yang entah kapan baru akan berakhir
kepada ikan ekor biru kelam yang senantiasa siang-malam dicintai

kelak ia justru ingin menjadi lalang yang tak henti untuk bersembahyang
meski keterasingan ini justru nampak semakin tajam jarak merintang

2015

Sebuah Peta Ufuk

dalam jelijih kesunyian
aku  berdoa dan selalu berkeinginan
kita kembali  mengeja lagi nama di atas nama

kita hadiri bersama,
hari di mana upacara penguburan bunga-bunga

kita hadiri berdua,
tanda kabut perpanjangan cinta yang  kian purba

tetapi, wajahmukah yang sia-sia kubentuk
dari sisa kelembutan cahaya ufuk?

Ds, 2015

Mata Gerimis

anak katak tercenung di bawah hujan
dibiarkannya berlalu dua tiga tetes sumba
ia selalu ingin, selalu mencoba
menyiasati hati ibunya agar mau kembali bertelur
di musim yang bukan masa memacu belanga
“Beri adik bermata gerimis, Bu,” pintanya
tetapi si ibu terburu diterkam badai kutukan

2014

***

Merpati Juli
HADIRMU

Jejak langkah kita berpijak
Seakan ingin tau
entah apa yg tlah terjadi
Aku tak sanggup tuk pergi
Sejati itu sebuah janji
Kala waktu berbicara,
hatimu kumiliki
Walau raga tak bisa bersatu,
cinta hanya dapat kumiliki
Berlalu,..menjauh..
Kau ada yang memiliki,aku ada yang memiliki
Walau kita pernah saling menyayangi.


DIA

Dia,
Dia ada tapi jauh
Dekat, namun hilang
Dia yangg memulakan,
tapi mengapa dia pula yang mengakhiri
Getaran ini cukup kau singgahi
walaupun hanya sejenak,
Dia,
ada dihati,namun secepat itu ia pergi...

 ***

Muhammad Ishlahuddin
MOTIVATOR KANG BEJO
"Coba kau lihat dirimu dahulu sebelum kau nilai kurangnya diriku apa salahnya hargai diriku sebelum kau nilai siapa diriku "
Jelas salah sampean aja nggak menghargai diri sendiri ngapain minta orang lain buat ngertiin, sahut seseorang yang sangat ku kenal suaranya, benar saja si bejo yang entah sejak kapan sudah nongol didepan pintu kamarku
" lagi ngapain sampean pagi - pagi udah ngerusak lagu orang,suaramu itu cempreng yok, ujarnya sambil cengengesan 
" eh eh eh main nyerocos aja sampean jo nggak pakai salam lagi
" hehe maaf yok maaf, ya udah assalamualaikum 
" nah gitu kan enak jo,wa'alaikum salam, balasku
" sampean kayak baru dengar sekali aja jo, ini lagi mau bikin cerita ,tapi aku bingung jo, entah harus ku mulai dari mana cerita yang mungkin tidak semenarik karya penulis - penulis nyentrik, penulisan kisah yang ngelantur dan pemilihan kosakata yang ngawur menjadi sebab cerpen ini nggak bakalan bisa jadi obat penghibur yang manjur, ini hanya cerita fiktif tanpa alternatif apalagi bernuansa edukatif,jadi sudah jelas cerpen ini nggak akan mengantungi label "inspiratif" dari pembaca yang mungkin lebih kreatif, tak banyak yang bisa kuberikan di kancah dunia penulisan yang sebenarnya ada hal yang lebih mampu kulakukan ya jo kayak hobimu itu, yaitu ngomentarin orang lain Hehehe 
Enak aja sampean kalau ngomong yok, ngomentarin orang sampean jadiin hobi saya, ya nggak usah pesimis gitu yok, lanjutin aja, dunia tulis menulis juga perlu keisengan dari orang - orang primitif kayak sampean, kalau cuma didominasi orang -orang kreatif ya ibarat sayur tanpa garam, hambar, Hahahaha ohya gimana yok udah ada solusi belum buat masalah saya yang kemarin? 
Dasar Kampret, aku dibilang primitif, tumben Bener omongan sampean bijak, habis makan radio ya jo,dan kami pun tertawa bersama 
Begini jo, Masalah dalam hidup selalu menyimpan hikmah tersendiri bagi yang mau menyadari, karena disitu Tuhan selalu menyisipkan pembelajaran bagi hamba -Nya yang mau berfikir, bukan hanya mengeluhkannya saja, keadaan hari ini adalah konsekuensi atas apa yang kita lakukan dihari kemarin, dulu dan dimasa lalu, sopo seng nandur yo bakal ngunduh, nandur apik tukul apik, nandur olok ya tukul olok, semua sudah digariskan, entah atas dasar apa manusia malah meng-kotak kotakkannya sendiri, dari mulai pergaulan sampai status sosial
Kita punya Tuhan, dan Tuhan punya aturan, sama kayak sampean punya pasangan, dan pasangan sampean punya gebetan, ehhhhh...bercanda jo hehe
Intinya jo,kita sebagai makhluk-Nya kudu Bener-bener berbenah diri, memperbaiki apa yang sudah kita kacaukan padahal Tuhan sudah menetapkan yang terbaik untuk hamba-Nya, dan itu pasti, jangan selalu berharap pada uluran tangan manusia sedang kita tau yang akan kita dapatkan hanyalah kekecewaan, akan berbeda jika kita mengharapkan pertolongan Tuhan, kedamaian yang akan kita dapatkan setelah kita memulainya dengan ikhtiyar dan doa, ingat jangan cuma berdoa aja jo, usaha juga wajib, perbaiki juga hubungan dengan Tuhan, niscaya segala permasalahan akan mudah terselesaikan, jangan pernah takut untuk berubah, apalagi dalam hal kebaikan di zaman yang semakin edan ini, kontrak kita di dunia nggak ada yang tau kapan habis masa aktifnya, jika sewaktu - waktu kita dipulangkan setidaknya kita sudah berusaha memperbaiki dan mendekatkan diri pada Sang ilahi, berhentilah menuruti keinginan - keinginan duniawi yang diupgrade oleh hawa nafsumu sendiri, kesenangan yang terlihat lebih baik, lebih mudah dan indah sebenarnya hanya tipu daya belaka, pahamilah jo, disini kita Sama-sama belajar, nggak ada maksud sedikit pun menggurui, aku juga masih awam, jika ada kebaikan Yang bisa sampean ambil dari hal-hal yang kusampaikan, itu semata datang dari Tuhan, jika ada kekeliruan itu murni dari kelemahanku sebagai makhluk-Nya 
Iya yok,luar biasa sekali saran sampean, matur suwun ya, "ngomong-ngomong sampean nggak pantas jadi penulis yok,bejo memandangku serius kali ini
" Lha pantasnya jadi apa jo, awas aja kalau ngawur jawabannya, sahutku sembari bersiaga melayangkan bantal yang sedari tadi berada dipelukan (ciye bantal mulu yang dipeluk) hehe
" jadi motivator kayak om MT yok, nanti sampean pake inisial MY, biar beda gitu, saran bejo yang asal-asalan 
MY itu kepanjangannya apa jo ? Tanyaku penasaran 
" MONCONGE YOYOK, Hahahaha 
" dasar semprul sampean jo, ya sudah- sudah saya tak lanjutin bikin cerpennya
" hehe sekali lagi Makasih ya yok sarannya, saya pamit dulu
" eh jo ada yang lupa kayaknya 
" apaan yok,eh iya iya sorry bro
" Assalamualaikum
" wa'alaikum salam 
Bejoooo bejo...manusia memang selalu butuh diingatkan, nggak cuma dalam hal besar saja, hal kecil pun tetap kudu diingatkan, agar semua saling menyadari bahwa siapa pun orangnya, sekaya apapun dia, setinggi apapun pangkatnya, dia tak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, bahkan ketika manusia itu mati," gumamku dalam hati

***


TAPAK YANG DITELAN OMBAK

Entah harus mulai dari mana aku merangkai kata ini
Hati yang selalu gundah dalam akhir waktu
Seakan memberikan sapa pada jari-jariku
Untuk menuliskan coretan pada selembar kertas
Menuangkan semua gema dalam qolbu

Di hari itu...
Dunia memberiku hadiah yang begitu indah
Dipertemukan pada sosok wanita yang menurut aku sangat sempurna
Senyumnya yang menggugah jiwa
Menyingkap seribu makna arti sebuah senyum

Saat itulah naluri manusiaku mulai tumbuh
Rasa cinta yang penuh anugerah
Rasa yang membuatku seakan memberi angin kehidupan
Membuat aku buta dari segala hal indah lainnya

Hingga di suatu waktu..
Takdir itu telah tiba
Angan yang selama itu aku pendam
Akhirnya bisa ku capai dengan segenap harapan baru

Birunya langit
Derasnya ombak lautan
Semilir angin yang menerpa kulit kering ini
Menjadi saksi bisu
Dalam sebuah janji dua insan yang saling mencinta

Dunia seakan telah memberiku sinyal hidup untuk lebih panjang
Untuk bisa  menjalani cinta bersamanya
Dalam tapak, dalam alur,
dalam jejak kerasnya kehidupan

Waktu yang tak pernah berhenti walau hanya sedetik
Telah menguji arti sebuah ketulusan
Arti sebuah kepercayaan
Arti sebuah CINTA

Tak bisa dipungkiri
saat cinta telah dilanda sebuah rasa kagum
hal yang indah pun menjadi sirna
cinta yang diperjuangkan dalam segenap jiwa dan raga
telah pupus harapan bak menjadi sebuah abu
yang terbang dalam arah yang tak menentu

Hati ini seakan tersayat
Oleh baja yang begitu tajam
Membuat hati ini tak sanggup lagi untuk bicara
Hanya bisa terdiam dalam naung kepedihan

Mata ini yang setiap saat aku bisa melihat senyum indah di pipinya
Tangan ini yang setiap saat aku bisa mengenggamnya
Telinga ini yang setiap saat mendengar lantunan kata indah dari bibirnya
Kaki ini yang setiap saat melangkah maju dalam cintanya
Dan Hati ini yang setiap saat merasakan cinta dari hatinya

Tapi kini...
Semua itu hanya menjadi tapak kepedihan hati
Memberikan luka dalam ketulusan
Memberikan seribu duri yang menusuk qolbu
Relung hati seakan menjadi patah

Dunia yang terang menjadi kelabu
Awan yang indah menjadi pekat
Pelangi yang begitu berwarna
Menjadi secarik cahaya yang menyala

Cinta itu seakan membuatku runtuh
Saat senyum indahmu tak lagi menghiasiku
Saat cintamu tak lagi untukku
Dan saat ketulusan kau balas dengan sebuah sayatan

Tak mengapa aku merasakan ini semua
Bagiku ini adalah sebuah anugerah
Satu titik di mana aku belajar arti kesabaran
Ketulusan, dan Kesetiaan

Dalam ucap doa ku di setiap helaan nafas
Namamu selalu ada di dalamnya
meminta, memohon dalam sujudku
kepada Dzat yang telah mengenalkan aku atas dirimu
Agar kau, aku dan kita
Bisa kembali dalam satu keabadian
Mewujudkan angan yang pernah hilang ditelan ombak

Kembalilah wahai senyumku
Kembalilah wahai semangatku
Kembalilah wahai hidupku
Kembalilah wahai CINTA.

***

Komunitas dan Produksi Identitas
Oleh Setia Naka Andrian

Lagi-lagi daerah (kecil) mengambil bagian untuk muncul dalam peta kesastraan dan kebudayaan di Indonesia. Rumah kreatif, puisi, penyair, sastrawan, teks sastra, dan diskusi-diskusi sastra-budaya menjadi produksi identitas dalam berproses. Karena barangkali karya-karya lahir, selanjutnya ditentukan masa depannya oleh penyair dalam rumahnya masing-masing. Entah itu rumah yang ditinggalkan, rumah yang dipulangi, atau bahkan rumah yang hanya mukim dalam kenangan setelah mereka menang ketika menemukan rumah yang menculiknya.
Setelah bergemuruh kabar pertemuan-pertemuan para penyair/sastrawan dari seantero Indonesia untuk menulis puisi dan berdiskusi dan bertukar proses kreatif. Kini, selanjutnya kota-kota kecil, misalnya Kendal pun menyusul. Namun di kota tersebut menggiring hal yang tak sama. Misalnya, beberapa waktu lalu, Plataran Sastra Kaliwungu (PSK) mempertemukan beberapa penyair kelahiran Kendal yang barangkali kini telah diculik kota lain, serta beberapa yang memilih menetap di Kendal.
Sebut saja nama besar tersebut, di antaranya Ahmadun Yosi Herfanda, yang kini telah menetap di Jakarta sebagai penyair religius-sufistik. Juga banyak menulis cerpen, kolom dan esai sastra. Sehari-hari dia mengajar pada Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Serpong dan ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Selanjutnya ada Gunoto Sapharie dan Mudjahirin Tohir yang barangkali meninggalkan rumah untuk mengabdikan diri sebagai dosen sastra-budaya di Universitas Diponegoro Semarang.
Saat itu, mereka bersama penyair-penyair (muda) Kendal saling berjabat kisah mengenai proses kreatif dan rumah kreatif (komunitas). Karena barangkali, kini kota Kendal setidaknya bisa dibilang semakin menggeliat dengan munculannya berbagai komunitaa dan ruang-ruang kreatif. Sebut saja Lestra, Bongkar, Rumah Diksi, Tebing, Omah Gores, Komik, Plataran Sastra kaliwungu, serta Lerengmedini. Komunitas yang bergelimang itu semakin mencuat dengan tatanan sustainable community dalam kegiatan-kegiatan bersama. Serta banyak kemungkinan yang dicita-citakan dalam upaya memproduksi identitas khusus, Kendal Kota Santri.

Ikhtiar Produksi Identitas
Produksi identitas disuguhkan dalam ratusan halaman berisi karya sastra atas segala bentuk teriakan penyair/sastrawan untuk membela dirinya sendiri, bahkan rakyat (tertindas). Kendal saat ini, misalnya, selain bermunculan komunitas-komunitas sastra-budaya, setidaknya juga bermunculan media alternatif sastra-budaya. Sebut saja Rumah Diksi Buletin, Buletin D’Ruang dari PSK, serta beberapa penerbitan lain yang diterbitkan Lestra.  Bagi mereka (pegiat komunitas), media alternatif sastra-budaya sangat dibutuhkan komunitas sebagai corong untuk memperlancar pergerakan-pergerakannya. Media alternative menjadi upaya lain ketika tidak semua media mainstream mampu mencatat hal-hal sederhana terkait isu-isu di kampung-kampung dan daerah-daerah kecil termasuk di Kendal ini.
Misalnya, menjadi sebuah upaya mulia bagi D’Ruang, yang punya niatan untuk mencatat Kendal secara mendalam, terkait sastra kesantriannya. Media alternatif mereka ciptakan seperti halnya dukun atau warung lesehan. Dukun sebagai pilihan lain ketika tidak mampu berobat ke dokter. Memilih warung lesehan jika tidak sempat ada uang lebih untuk bertaruh makan di restoran.
Media alternatif, secara sederhana dapat digariskan sebagai jalan lain ketika kita belum mampu menciptakan media dengan label tangguh. Juga merupakan sebuah jalan lain ketika kita belum sanggup menembus atau menemukan media yang lebih mapan untuk menampung ide serta proses kreatif seseorang. Hal tersebut mereka yakini sebagai jalan lain sebelum karyanya dicap andal oleh orang lain/media yang kredibel, teruji.
Lalu setidaknya karya sastra berupaya menjadi sejarah, kota, tradisi, mitos, bahkan puisi yang sebatas menjadi pesta estetika setiap kali hadir dalam diskusi-diskusi yang berpusingan. Misalnya, jika kita tengok di Banyumas ada karya fenomenal Ronggeng Dukuh Paruk dari Ahmad Tohari. Identitas yang dimunculkan menjadi milik masyarakat sepenuhnya. Pembaca telah menemukan jati diri dalam karya yang ditelurkan. Karya yang tidak hanya menjadi milik masyarakat Banyumas saja, namun sepenuhnya telah menjadi kekayaan sastra Indonesia.
Barangkali tidak menjadi persoalan bagi kota Kendal untuk berselancar lebih luas di jagat sastra-budaya Indonesia, karena pada kenyataannya belakangan ini selain aktivitas-aktivitas kreatif yang terselenggara, juga telah bertebaran penerbitan buku sastra. Di antaranya Gusdurku, Gusdurmu, Gusdur kita; Merajut Sunyi Membaca Nurani; Sogokan kepada Tuhan; Tidak Ada Titik, Masihkah Kalian Melawan?; Tebing; serta antologi cerpen Kausal. Semoga melalui pergerakan tersebut, Kendal kelak mampu mengambil posisi sebagai penjaga aktivitas rutin yang kuat. Kendal, khususnya Kaliwungu dengan kota santrinya, barangkali akan mampu memunculkan lagi sastrawan religius-sufistik semacam Ahmadun Yosi Herfanda. Semoga.**





Komentar