NEGERI BURUNG PIPIT

Burung Pipit (sumber : google)

Negeri yang menakjubkan. Sayap-sayap kecilnya mengepak dan bertebaran di seluruh penjuru mayapada. Tak satupun belahan bumi ini yang terlewatkan, dan tak jua langit kosong darinya. Mereka memperdengarkan kicauannya bersamaan dengan terbitnya mentari. Saat subuh menggantikan pekatnya malam, mereka keluar dari sarang-sarangnya. Siapakah si Pemanggil Misterius yang membangunkan mereka dalam satu waktu? Lalu mereka bergegas kerja sambil bernyanyi, tak satupun yang malas dan yang mengantuk.
pada suatu hari, seekor pipit kecil bertanya kepada bapaknya, " Bapak, bukankah kita ini makhluk yang terbaik?"
" Anakku, ini kemuliaan yang tidak perlu kita besar-besarkan. Di sana ada makhluk yang mengaku dirinya paling mulia", jawab pipit tua sembari menggoyang-goyangkan kepalanya.
" Siapakah dia, Bapak?"
" Manusia!"
"Manusia?makhluk jahil yang suka melempari sarang kita dengan batu dan kayu itu?, apakah dia lebih baik, lebih mulia,dan lebih bahagia dari kita?"
" Mungkin manusia lebih baik dan lebih  mulia dari kita, tapi belum tentu manusia lebih bahagia dari kita?"
" Mengapa bisa demikian, Bapak?"
"Karena, di dalam perut manusia terdapat duri yang selalu menusuk-nusuk dan menyakitinya", jawab pipit tua.
" Sungguh kasihan sekali!, siapa yang telah meletakkan duri itu di dalam perut manusia bapak?". Tanya pipit kecil penasaran.
" Dirinya sendiri. Keserakahan, itulah nama durinya."
"Keserakahan?apakah itu?"
" Itu sesuatu yang tidak akan kau ketahui wahai pipit kecilku. Duri ini tidak pernah dikenal di negeri burung pipit. Aku mengetahuinya karena aku telah lama bergaul dengan manusia. Lebih dari satu kali aku jatuh dalam genggaman mereka. Duri yang terdapat dalam perut manusia itu membuat mereka tidak pernah merasa kenyang, tenang, dan tenteram. Kita mengenal kenyang, tetapi manusia hanya mengenal lapar. Kita tidak pernah mengetahui ada burung pipit di dunia ini yang mengeksploitasi sesama burung pipit. Tetapi manusia ingin selalu mengeksploitasi sesamanya".

Pipit tua yang telah kenyang dengan asam garam kehidupan itu diam sejenak. Ia menatap anaknya yang baru tumbuh. Anaknya nampak menyimak cerita si bapak dengan seksama, seperti menyimak sebuah cerita dongeng. Anaknya sangat senang mendengar ceritanya. Anaknya sudah mengerti ceritanya, tetapi ia belum terlalu dewasa untuk membenarkan ceritanya. Ya, dia memahaminya, tetapi belum meyakini kebenarannya. Karena kenyataan itu tak pernah dilihatnya sendiri. Dalam hidupnya yang baru seumur jagung, dia belum pernah menghadapi kenyataan-kenyataan yang diceritakan oleh bapaknya.
Si bapak tahu apa yang dipikirkan anaknya, maka diapun berkata," Ya, kamu harus menyaksikan ketamakan manusia dengan kedua matamu sendiri anakku. Suatu saat, jika kamu melihat ada manusia mendekat, beritahu aku! Aku akan memperlihatkan apa yang akan membuatmu meyakini kenyataan-kenyataan yang tadi aku ceritakan."
Tidak lama kemudian seorang laki-laki datang mendekat. Si pipit kecil melihatnya. Serta merta ia berterika memanggil bapaknya. Si bapak berkata kepada anaknya, " Aku akan hinggap di tangannya. Dan kamu harus mempertahatikan apa yang akan terjadi setelahnya!"
" Bapak, bapak hendak hinggap di tangannya? bagaimana nanti bapak celaka?"
"Jangan khawatir! Aku tahu tabiat manusia. Aku tahu cara mengecoh dan melepaskan diri dari tangannya."


Dalam Perjamuan Cinta | Kumpulan Cerpen Dr. Taufik El Hakim |
"Negeri Burung Pipit" ada di dalam buku ini

Si pipit tua segera terbang dan hinggap di dekat lelaki yang baru datang itu. Si lelaki  bersuka ria menangkapnya. Begitu rakus dia menjepitkan jemarinya menawan si pipit tua.
Dalam genggaman lelaki itu, si pipit tua berkata," Apa yang akan engkau lakukan terhadap diriku?"
"Menyembelih dan memakanmu!" jawab lelaki itu.
" Aku takkan membuatmu perutmu kenyang. Namun, aku bisa memberikan kemanfaatan yang lebih besar kepadamu daripada sekedar memakan dagingku," sahut si pipit tua.
"Kemanfaatan apa yang akan engkau berikan kepadaku?" tanya lelaki itu penasaran.
"Tiga hikmah. Jika engkau melakukannya, engkau akan mendapatkan untung yang sangat besar."
"Cepat katakan!"
"Tapi laksanakan dulu ketiga syaratku! Hikmah yang pertama akan kuberitahukan kepadamu saat aku berada di tanganmu. Hikmah yang kedua akan keberitahukan jika kamu melepaskanku. Hikmah yang ketiga akan aku beritahukan kepadamu jika aku sudah berada di atas pohon."
"Baik, aku terima semua syaratmu. Katakan hikmah yang pertama!"
" Jangan bersedih atas apa yang tidak bisa engkau dapatkan."
"Kedua!"
" Lepaskan dulu aku sesuai dengan syarat yang kedua!"
Lelaki itu segera melepaskan si pipit tua dari cengkraman tangannya. Si pipit tua terbang dan hinggap pada gundukan tanah dekat lelaki itu berdiri, lalu berkata, " Hikmah yang kedua adalah, jangan membenarkan apa yang tidak mungkin bisa terjadi."
Sejurus kemudian burung pipit tua terbang ke atas pohon sambil berteriak, " Hai manusia bodoh, jika tadi engkau menyembelihku, akan kau temukan sepuluh permata di tembolokku seberet satu kilo gram."
Lelaki itu menggigit bibirnya, menyesal karena telah melepaskan burung pipit yang telah berada dalam cengkraman tangannya itu. Ia menatap lekat-lekat si pipit tua yang sudah bertengger di atas pohon. Lalu lelaki itu berteriak dengan suara parau karena saking sedih dan pilu hatinya, " Katakan hikmah yang ketiga!"
Sambil tersenyum sinis dan mengejek, si pipit tua berkata," Hai manusia serakah, ketamakanmu telah membuatmu lupa pada dua hikmah yang telah aku beritahukan, bagaimana aku bisa memberitahumu hikmah yang ketiga!? Bukankah telah aku beritahukan kepadamu, jangan bersedih atas apa yang tidak bisa kau dapatkan, dan jangan membenarkan apa yang tidak mungkin bisa terjadi!, Sungguh seluruh dagingku, tulang-belulangku, darahku dan bulu-buluku tidak sampai seberat satu kilo gram. Bagaimana mungkin di dalam tembolokku ada sepuluh permata seberat satu kilo gram. Mustahil bukan!"
Sungguh malang nian nasib laki-laki itu yang terperdaya oleh seekor pipit.
Si pipit tua mengalihkan pandangannya kepada pipit kecil dan berkata," Wahai anakku, sekarang engkau telah melihatnya dengan kedua matamu sendiri, lihatlah bagaimana ketamakan manusia telah membuat mereka melupakan tidak hanya satu atau dua hikmah, tapi banyak hikmah yang telah mereka ketahui di bangku-bangku sekolah dan mimbar-mimbar dakwah. Dan kamu juga telah melihat bagaimana manusia yang katanya makhluk pintar, ketika ketamakan telah menguasai diri mereka, mereka terlihat seperti makhluk bodoh yang membenarkan segala hal."
Si pipit kecil berujar sambil matanya tak berkedip memperhatikan gerak gerik lelaki itu," Ya bapak, aku tak tahu apakah aku mesti tertawa terpingkal-pingkal melihat kedunguan lelaki itu, atau justeru menitikkan air mata karena merasa iba atas kebodohannya."

(Sebuah cerpen penyadar diri karya Dr. Taufik el Hakim, seorang sastrawan besar muslim dari Mesir. Semoga Allah senantiasa merahmatinya)


-- copas dari : http://baihaki99.blogspot.com/2013/12/negeri-burung-pipit.html

Komentar