(Rezqie Muhammad AlFajar Atmanegara)* |
JUARA 1
Rezqie Muhammad AlFajar
Atmanegara
(Kalimantan Selatan)
SAJAK EMAS UNTUK SEORANG PENYAIR 45:
CHAIRIL ANWAR
di tengah malam piatu, aku teringat seorang
penyair pelopor angkatan empat lima
yang merawi hari-harinya begitu bengis, nista
dan sangsi
bertahun berjalan antara tajam kerikil dan
rantai belenggu
tak pernah takhluk tak mau tunduk pada
kekuasaan pada takdir sekalipun
dari masa depannya yang terampas dan
harapan-harapannya yang putus
menjaga dan membikin janji dengan Bung Karno
Bung Hatta, dan Sjahrir, maju bersama
Diponegoro
kepada nasrani sejati dan pemeluk teguh
sebagai penyair berani mati mengabdi untuk
negeri
bersatu seurat senadi
di lautan api
Chairil, segala kenyataan kau ajarkan
penyaduran bagi generasimu tapi apalah mereka
perduli
mereka hanya tahu kobar semangat, didih darah
panasmu dan segala gejolak penghabisanmu
kau titipkan untuk penerusmu dari
Krawang-Bekasi
untuk memaknai dan mengenalkan arti
mempertahankan nyawa
dan bagaimana cara untuk disebut Merdeka!
bagi yang terserak si mati kepada yang
menggebuh si hidup
daun-daun cemara menderai, meski gugur layu
tapi jiwa juangmu tak pernah kering
kami mengenangmu pada senja saat di pelabuhan
kecil terbayang kami padamu, Chairil
terasa tangan kasarmu membelai dari kehidupan
kebinatanganmu
begitulah rahasia maut mempertunjukkannya kepada
kita
sekalipun jam dinding berdetak kita tak dapat
menerka
yang kita punya hanya teguh perlawanan dari
kulit dada yang terkoyak
dan kepercayaan dari hati pendahulu
Tuhan tak hanya berada dalam kepul asap
punting rokokmu yang bertebaran, Chairil
melainkan berjalan beriring dengan diri dan
bayanganmu menyusur setiap malam
menyisir dalam hening dan sepimu
dalam kesendirianmu, dalam kegelisahanmu
Chairil, betapa sayang kau mati muda
padahal sebelum sempat berpeluk dengan
cintamu, karena ajal menjeputmu lebih dulu
kepada Sri Ajati, Dien Tamaela, Gadis Rasid,
Ina Mia
sampai kekasih-kekasih manis dan kerabatmu
yang jauh di seberang-seberang pulau
di Karet, 3-4 kaki di bawah tanah engkau
tenang
tapi di atas tanah kesaksian ini kami
tergetar-getir, terpingkal-pingkal
menyalakan dan memberi ruh pada larik-larik
dan bait-bait sajak emasmu
sementara duka terus bertakhta membungkam
segala hakikat kata
begitu tentramkah kematian itu Chairil?
sungguh kita tak bisa berpaling
kapal-kapal dan perahumu telah jauh berlayar
membawa sedu sedanmu di keluasan lautan lain
angin pegunungan dan cuaca mendayu berputar
pada luka musim yang lain
tapi malam tetap seperti dahulu setia menyua
menjamu bulan, bintang dan mimpi terang
dalam doa melati dan perjuangan mawar
kami minta seribu tahun lagi melanjutkanmu,
Binatang Jalang
Banjarmasin-Karet, 2015
*
terlahir di Kalimantan Selatan, 5 Juni 1994, menikmati hidupnya dengan
membaca, menulis, belajar dan berbagi. Sampai sekarang masih aktif bersastra
dan berkesenian di Sanggar Buluh Marindu yang didirikannya di kota Seribu
Sungai, Kalimantan Selatan. Alamat: Padang Barikin, rt. 05, rw. 03 kec.
Haruyan, kode post. 71363, kab. Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Email. rezqieatmanegara@yahoo.com, Kontak.
085248005888
Komentar
Posting Komentar